Histats.com © 2005-2014 Privacy Policy - Terms Of Use - Check/do opt-
Judi Online Uang Asli Agen Judi Bola

Selasa, 02 Februari 2016

Guardiola: Tanda City Berdiri Sejajar dengan Zaman


Selasa, 02/02/2016 17:35 WIB
Guardiola: Tanda City Berdiri Sejajar dengan ZamanGetty Images/Johannes Simon
Entah sejak kapan Anda jadi pendukung Manchester City. Tapi, jika Anda sudah menggemari City sejak zaman Shaun Goater --atau bahkan sebelum itu, berbahagialah. Sesekali tengoklah ke belakang. Betapa jauh jalan yang sudah ditempuh.

Maafkan kata-kata saya... tetapi jauh sebelum ini, City hanyalah tim kelas dua di Manchester. Bagaimana mereka berangkat dari tim kelas dua, menjadi salah satu raksasa di Premier League (dan berniat menjadi salah satu raksasa di Eropa) adalah cerita ala Cinderella; dulu berkubang di loteng penuh debu, lalu tiba-tiba datang peri penolong, dan berakhir menjadi istri pangeran.

Mereka yang lahir dan tumbuh besar di Manchester, lalu mendukung City sejak entah kapan, bolehlah mengklaim bahwa ini adalah sejumput keadilan. Keadilan yang tidak disangka-sangka.

Well, pandangan skeptis memang tidak bisa dielakkan. Menyebut City besar karena gelontoran uang tidak sepenuhnya salah. Tapi, gelontoran uang tanpa perancanaan yang matang juga tidak akan membuahkan hasil apa-apa. Katakanlah Anda mendapatkan modal berlimpah, tapi tidak punya perencanaan matang dan insting bisnis yang kuat, bisakah usaha Anda sukses? Kemungkinan besar tidak.

Di sinilah City patut dipuji. Mereka tahu bagaimana menggunakan uang tersebut dengan baik. Sadar bahwa mereka tidak akan bisa mengejar catatan sejarah klub-klub besar Inggris lainnya, mereka memilih jalan lain. Alih-alih mengejar waktu-waktu yang sudah hilang bernama sejarah, City memilih untuk berdiri menyejajarkan diri dengan zaman.

Waktu yang sudah lewat tak bisa lagi diulang. Tapi, zaman terus berkembang. Dengan menyejajarkan diri dengan zaman, City akan terus berada dalam pusaran waktu, terbawa entah sampai ke mana zaman melaju.

Anggaplah City sebagai sebuah brand --sebuah brand yang baru muncul--, yang mereka butuhkan adalah sebuah statemen besar untuk menggaet awareness. Pembelian sejumlah pemain mahal beberapa tahun lalu adalah statement besar itu, membuat City mau tidak mau jadi dikomentari sana-sini. Pemain-pemain mahal itu --David Silva, Yaya Toure, Sergio Aguero, Vincent Kompany--, di kemudian hari menjadi tulang punggung tim. 


[Clive Brunskill/Getty Images]

Tapi, statement besar tidak akan ada artinya jika langkah berikutnya salah total. Kita kemudian melihat, beberapa tahun setelah City menjuarai Premier League tahun 2012, mereka membangun 'Etihad Campus', sebuah akademi sepakbola yang katanya amat sangat "wah" itu. 'Etihad Campus' dibangun tak jauh dari stadion Etihad milik klub, berfasilitas serba-mewah, mahal, dan diharapkan jadi tujuan dari bakat-bakat terbaik di kota Manchester (kalau bukan di Inggris).

Jika pembelian pemain mahal dulu adalah upaya untuk menggaet awareness, dibangunnya 'Etihad Campus' adalah pernyataan City, sebagai sebuah brand, kalau mereka tengah masuk tahap 'established' alias 'mapan'. Gampangnya: City tengah menegaskan bahwa mereka bukan lagi tim kelas dua, mereka adalah salah satu raksasa Eropa.

Lihat saja bagaimana City berusaha menjangkau penggemar mereka, entah itu yang lama atau yang baru, dengan menggiatkan obrolan via media sosial atau membangun situs resmi berbahasa non-Inggris. Ini adalah upaya untuk melebarkan sayap, menggaet pendukung-pendukung baru yang tidak hanya datang dari Manchester sendiri.

City peka melihat tanda-tanda perubahan zaman. Klub mereka tak lagi sekadar klub sepakbola, tetapi sudah berupa brand yang utuh; punya identitas, punya pakem komunikasi yang kuat. Mereka paham betul brand tersebut harus diapakan. Saya kira, jika Anda adalah mahasiswa sekolah periklanan atau komunikasi pemasaran, City adalah salah satu contoh kasus yang menarik untuk ditelisik.

Itu baru dari sisi bisnis. Cerdasnya, City sadar bahwa sisi bisnis hanyalah sarana penunjang. Urusan utama tetap ada di atas lapangan. Tidak akan ada artinya jika bisnis bagus, tapi apa yang terjadi di lapangan adalah sebaliknya. Amat jarang, kecuali di musim terakhir Roberto Mancini, City tidak memugar skuatnya.

Oleh karenanya, seberapa sering pun City bergonta-ganti pelatih, mereka jarang merombak skuat besar-besaran. Pondasi mereka sudah kokoh dari sananya. Tidak peduli manajer mana pun yang datang, gaya mereka tidak banyak mengalami perubahan. Kalau pun ada perubahan strategi, paling-paling hanya di satu atau dua hal. Tapi, simaklah baik-baik: sejak zaman Mancini, lalu kemudian Manuel Pellegrini, City selalu bermain cepat dan cair di sepertiga akhir lapangan. Sekali atau dua kali, mereka mengandalkan serangan dari sisi sayap sebagai opsi tambahan.

Bandingkan dengan (bagi pendukung Manchester United, maaf, saya harus membandingkan dengan klub kesayangan Anda) Manchester United. The Red Devils terlalu asyik dengan kebesaran era Alex Ferguson sehingga mereka alpa untuk merombak skuat secara berkala. Imbasnya, selepas ia pensiun, David Moyes diwarisi oleh skuat yang butuh pembenahan di sana-sini. Ketika Louis van Gaal datang, perombakan besar-besaran dilakukan. Gaya main terbaik pun masih terus dicari sampai sekarang.

Rencana-rencana matang, plus skuat yang terus dijaga kualitasnya secara berkala, bisa jadi salah satu faktor penarik minat Pep Guardiola. Silakan menyebut Guardiola hanya cari aman. Tapi, jika Anda adalah salah satu karyawan dengan kualitas di atas rata-rata dan ada banyak perusahaan besar menginginkan Anda di luar sana, maukah Anda bergabung dengan perusahaan yang target untuk satu tahun ke depannya saja mereka tidak tahu atas nama "tantangan"?

Ya, Guardiola paham betul bahwa dengan koleksi pemain yang dimiliki City, ia bisa menerapkan gaya main sesuai maunya. Ini bukan soal kehadiran Txiki Begiristain dan Ferran Soriano --dua eks bosnya di Barcelona-- saja. Kehadiran Begiristain dan Soriano hanyalah faktor penentu. Sebagai manajer kelas satu, saya pikir Guardiola tidak akan mau bergabung jika tim yang mengajukan proposal padanya tidak punya rencana jelas --sekalipun ada Begiristain dan Soriano di sana.

Tentu, melihat trek rekor Guardiola selama ini, tidak semua pemain City aman. Jika ia merasa perlu merombak skuat, ia akan melakukannya. Lihat bagaimana Guardiola dengan gampangnya menyingkirkan Ronaldinho pada musim pertamanya di Barcelona. Cara Guardiola memberitahu Ronaldinho bahwa ia tak lagi berada dalam rencana klub dilakukan dengan amat singkat, padat, dan jelas, meski --seperti dituliskan dalam buku biografinya, 'Another Way of Winning'-- bukan sesuatu yang mudah untuk ia lakukan.


[Bagu Blanco/Getty Images]

Lalu, kendati kini City sudah fasih bermain dengan 4-4-2 atau 4-2-3-1, bukan tak mungkin musim depan mereka bermain dengan formasi berbeda. Bersama Guardiola, Barca pernah sukses bermain dengan formasi 4-3-3. Namun, pada musim berikutnya, Guardiola merombak tim dan bermain dengan 3-4-3. Di Bayern Munich, ia datang dan seenaknya saja mengubah Philipp Lahm menjadi gelandang bertahan, lalu meminta tim bermain dengan 4-1-4-1.

Sekilas, Guardiola perubahan-perubahan yang dilakukan Guardiola memang terlihat absurd. Tapi, perubahan-perubahan itu menunjukkan bahwa ia tidak kaku. Perubahan akan dibuat seperlunya supaya timnya tidak karatan, bisa menyesuaikan diri, dan tidak gampang ditebak.

Maka, cocoklah Guardiola dengan City. Keinginan City untuk terus menyejajarkan diri dengan zaman sejalan dengan Guardiola yang terus menambah khasanah taktik di dalam kepalanya. Premier League memang punya gaya berbeda daripada La Liga ataupun Bundesliga. Oleh karenanya, kita semua menantikan bagaimana cara Guardiola menyesuaikan diri dengan Premier League.

***

Suatu hari di lapangan latihan Brescia, pada sebuah pagi yang dingin di bulan November 2001.

Hari itu kabar buruk datang. Ketika ia menyaksikan Carlo Mazzone berbincang-bincang dengan dokter tim, Guardiola tahu ada sesuatu yang tak beres. Ketika ia kembali ke ruang ganti, telepon genggamnya sudah penuh dengan deretan panggilan tak terjawab. Ia tahu, seluruh dunia sudah menghakiminya hari itu.


[Grazia Neri/ALLSPORT]

Guardiola dua kali gagal lolos tes doping. Pertama, seusai pertandingan melawan Piacenza pada 21 Oktober 2001. Kedua, setelah pertandingan melawan Lazio pada 4 November 2001. Hasil tes ketika itu menyebutkan, Guardiola menggunakan nandrolone, sejenis steroid untuk meningkatkan kekuatan dan ketahanan tubuh penggunanya.

Bagaimana cara Guardiola menyelesaikan masalah ini kemudian jadi gambaran bagaimana kepribadiannya ketika menghadapi situasi sulit.

Alih-alih pasrah dan menyerahkan segala sesuatunya kepada pengacara, Guardiola memilih untuk mencari solusinya sendiri. Ia tidak suka berpangku tangan atau berpusing-pusing sendiri, berkutat memikirkan masalahnya. Yang ia tahu, berpikir terlalu jauh akan masalah tersebut tidak akan membawanya ke mana-mana. Solusilah, menurutnya, yang harus segera dicari.

Guardiola kemudian menghabiskan waktu sepanjang malam, terjaga, untuk mempelajari kasus-kasus serupa yang mirip dengan kasusnya. Guardiola memang begitu: ia obsesif, mendetail, dan terkadang keras kepala. Ia melakukan riset untuk segala sesuatu yang mungkin digunakannya untuk dijadikan pembelaan.

Pada akhirnya, Guardiola memang tetap mendapatkan sanksi larangan bertanding selama empat bulan. Baru enam tahun setelahnya, ia dibersihkan dari segala tuduhan yang menyangkut kasus tersebut.

Namun, bagaimana gigihnya ia mencari solusi adalah tanda-tanda awal dari bagaimana getolnya ia kelak, ketika menjadi pelatih, untuk mencarikan jalan keluar terbaik bagi timnya.


Josep Guardiola
Josep Guardiola
Informasi pribadi
Nama lengkapJosep Guardiola i Sala
Tanggal lahir18 Januari 1971 (umur 45)
Tempat lahirSantpedor, Barcelona, Catalunya, Spanyol
Tinggi1.83 m (6 ft 0 in)
Posisi bermainGelandang bertahan
Informasi klub
Klub saat iniFC Bayern München
Karier junior
1983–1990Barcelona
Karier senior*
TahunTimTampil(Gol)
1990–1992Barcelona B59(5)
1990–2001Barcelona263(6)
2001–2002Brescia11(2)
2002–2003Roma4(0)
2003Brescia13(1)
2003–2005Al-Ahli18(2)
2005–2006Dorados10(1)
Total
378(17)
Tim nasional
1991Spanyol U212(0)
1991–1992Spanyol U2312(2)
1992–2001Spanyol47(5)
1995–2005Catalunya7(0)
Kepelatihan
2007–2008Barcelona B
2008–2012Barcelona
2013–FC Bayern München
* Penampilan dan gol di klub senior hanya dihitung dari liga domestik.

0 komentar:

Posting Komentar